Karl Marx: Teori Konflik

Teori Konflik Karl Marx

Se              Cara umum, konflik merupakan ketidaksepahaman antara beberapa individu atau kelompok yang mengakibatkan suatu masalah. Kedua pihak saling berpegang pada keparcayaan masing – masing dan menjadikan suasana atau keadaan menjadi tidak damai. Perbedaan paham mengakibatkan konflik yang jika tidak diselesaikan akan mengakibatkan masalah yang cukup serius. Namun konflik ini juga bisa disebabkan karena adanya perbedaan suatu kondisi, baik fisik maupun non fisik.[1]
Dalam beberapa ahli, salah satu yang memiliki peran cukup besar dalam pemikiran teori sosial adalah Karl Marx. Karl Marx merupakan filsuf sosail yang lahir di Trier, Rhineland pada tahun 1818. Marx meninggal di London pada tahun 1883.[2] Karl Marx sudah melahirkan banyak karya atau teori yang cukup berpengaruh pada perkembangan ilmu sosial dunia. Salah satu yang cukup besar adalah paham Marxisme. Teori ini merupakan teori yang mementingkan perkembangan modern untuk menjadi manusia yang dapat berubah untuk lebih baik.[3]
Karl Marx juga melahirkan sebuah teori konflik. Teori konflik dari Karl Marx lebih melihat sudut pandang dari kelas sosial masyarakat sekitar. Menurut Karl Marx, dalam masyarakat terdapat dua kelas sosial. Kelas pertama merupakan kelas penguasa. Kelas ini memiliki kekuatan dalam hal kekuasaan. Hal ini tentu mengakibatkan kuatnya peran kelas ini dalam masyarakat. Yang menjadi kelas ini yaitu para pengusaha produksi industri. Sedangkan, bertolak belakang dengan kelas penguasa, kelas kedua adalah kelas bawah atau kelas pekerja atau kelas buruh. Para pekerja yang menggarap di perusahaan kelas pengusaha.
Dengan adanya kelas tersebut tentu akan mengakibatkan perbedaan peran yang sangat menonjol. Peran kelas pengusaha tentu sangat besar, mengingat para pengusaha ini berusaha untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan peran dari pekerja hanya berusaha untuk membantu pengusaha dalam memproduksi barang atau usaha. Biasanya kelas pengusaha sering melakukan eksploitasi kepada pekerja.[4] Dengan kegiatan ini, Karl Marx berasumsi bahwa hal ini akan mengakibatkan konflik. Konflik ini sering disebut dengan konflik kelas sosial.
Konflik kelas sosial merupakan dasar teori konflik menurut Karl Marx. Menurutnya, konflik antara kelas pengusaha yang melakukan eksploitasi terhadap adanya kelas bawah atau pekerja. Hal inilah yang mengakibatkan kesenjangan sosial antara kedua kelas tersebut. Hak ekonomi yang tidak adil mengakibatkan konflik.
Dasar dari kepercayaan Karl Marx adalah kepentingan hak manusia yang berusaha untuk modernisasi. Jika melakukan eksploitasi maka sama dengan tidak adil atau tidak setaranya hak manusia. Seharusnya semua orang memiliki hak yang sama. Namun dengan adanya pengusaha yang semena dengan pekerjanya membuat hak pekerja menjadi tidak adil. Sehingga mengakibatkan menurunnya kesejahteraan pekerja.
Selain itu adanya pemiliki modal ini mengakibatkan tumbuh kembangnya kapitalisme di berbagai daerah. Banyak berkembang indusri yang menggunakan teknologi modern. Sehingga muncul juga pengusaha kaya yang bersaing untuk menanamkan modalnya agar mendapat untung lebih banyak. Disamping pengusaha atau produsen maka tentu banyak juga kelas pekerja yang sudah dieksploitasi oleh pengusaha. Hal ini lah yang mengakibatkan kapitalisme berkembang pesat namun tidak diimbangi dengan kesetaraan hak dan kepentingan.
Secara garis besar konflik antara pengusaha dan pekerja ini mengakibatkan ketidak adilan dan perbedaan yang cukup terlihat. Kelas pengusaha memiliki kehidupan yang cukup baik dan terjamin. Namun di sisi lain pekerja yang sudah dieksploitasi tenaganya memiliki kehidupan yang tidak sejahtera. Ketidak sejahteraan ini dikarenakan rendahnya upah namun memiliki waktu kerja yang panjang. Sehingga semakin memperburuk keadaan akibat kapitalisme.[5]
Menurut Karl Marx, konflik akibat kelas sosial ini akan mengakibatkan menjalarnya konflik ke aspek sosial yang lain. Seperti halnya berakibat pada system politik yang lebih memihak kepada pengusaha pemilik modal. Sehingga semakin merajalela eksploitasi pekerja. Ditambah dengan kondisi politik yang tidak adil, dikarenakan kekuasaan yang dipegang oleh para pengusaha.
Memang keberbedaan sosial ini berpotensi dalam memunculkan konflik jika struktur sosial diabaikan dan jika tidak adanya penyesuaian pola masyarakat yang menuju kebaikan. Tidak ada kesadaran masyarakat untuk mau berubah sesuai perkembangan modern.[6] Sehingga muncul konflik sosial disamping konflik akibat kapitalisme. Selain itu masyarakat sulit untuk menyelesaikan konflik tersebut jika mayarakat sendiri tidak mau menerima modernisasi. 
Konflik akibat kapitalisme ini memang menjadi dasar kajian dari teori konflik Karl Marx.[7] Perkembangan kapitalisme yang tidak bisa dikontrol, ditambah kepentingan politik untuk kepentingan pengusaha dan pemilik modal memang mengakibatkan beranaknya konflik sosial.


[1] Maksud dari fisik misalnya keadaan lingkungan alam maupun geografis. Sedangkan non fisik yaitu seperti ideology, kepercayaan, maupun paham.
[2] Pip Jones, “Pengantar Teori – teori Sosial: dari Teori Fungsi hingga Post-Modernisme”, (Jakarta, 2009: Obor) hal.76.
[3] Ibid.
[4] Sekitar abad 19 merupakan abad dimana sedang dikembangkannya kegiatan produksi industri yang menggunakan teknologi modern. Sehingga semua pengusaha menggunakan modal sedikit untuk hasil yang banyak untuk bisa bersaing dengan pengusaha lain. Sehingga muncullah eksloitasi pekerja.
[5] Monets Oxana & Pet’ko Lyudmila, ” Karl Marx and Marxist Sociology”. (2014) hal.95.
[6] Lewis A. Coser, “Social Conflict and the Theory of Social Change”, (vol. 8 no.3, 1957: The British Journal of Sociology), hal.200.
[7] İdris GÜÇLÜ, “Karl Marx and Ralf Dahrendorf:  A Comparative Perspective on Class Formation and Conflict”, (2014), hal.156.

Comments

Popular posts from this blog

Kuntowijoyo: Pengantar Ilmu Sejarah (Review)

Perkembangan politik dan ekonomi Indonesia awal kemerdekaan (1945-1965)

Liga Muslim di India