FILSAFAT: ILMU PENGETAHUAN-MASALAH BEBAS NILAI
A. PENGERTIAN DARI BEBAS NILAI
Bebas nilai sesungguhnya adalah tuntutan yang ditujukan kepada ilmu pengetahuan agar ilmu pengetahuan dikembangkan dengan tidak memperhatikan nilai-nilai lain di luar ilmu pengetahuan. Tuntutan dasarnya adalah agar ilmu pengetahuan dikembangkan hanya demi ilmu pengtahuan, dan karena itu ilmu pengetahuan tidak boleh dikembangkan dengan didasarkan pada pertibangan lain di luar ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus dikembangkan hanya semata-mata berdsarkan pertimbangan ilmiah murni.
Maksud dasar dari tuntutan ini adalah agar ilmu pengetahuan tidak tunduk kepada pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan sehingga malah mengalami distorsi. Asumsinya, selama ilmu pengetahuan, dalam seluruh prosesnya, tunduk kepada pertimbangan lain di luar ilmu pengtahuan, baik itu pertimbangan politik, religius, maupun moral, ilmu pengetahuan tidak bisa berkembang secara otonom. Itu berarti, ilmu pengetahuan tunduk kepada otoritas lain di luar ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan kalah terhadap pertimbangan lain dan dengan demikian ilmu pengtahuan menjadi tidak murni sma sekali.
Satu catatan penting yang perlu dikemukakan sebelum kita melangkah lebih jauh adalah bahwa sesungguhnya tuntutan bebas nilai itu sendiri tidak mutlak karena tuntutan agar ilmu pengetahuan bebas dari nilai tertentu, hanya berlaku bagi nilai lain di luar nilai yang menjadi taruhan utama ilmu pengetahuan. Yang berarti, sesungguhnya ilmu pengetahuan pada dirinya sendiri peduli terhadap nilai tertentu, yakni nilai kebenaran dan dalam kaitan dengan itu nilai kejujuran. Oleh karena itu, yang dimaksud dengan tuntutan agar ilmu pengatahuan bebas nilai di sini hanya dimaksudkan bahwa ilmu pengatahuan bebas dari nilai lain di luar nilai-nilai yang diperjuangkan ilmu pengetahuan karena ilmu pengatahuan sendiri harus tetap peduli akan nilai kebenaran dan kejujuran.
Dengan demikian, yang mau duwujudkan dengan tuntutan bebas nilai adalah tuntutan agar ilmu pengetahuan dikembangkan hanya demi kebenaran saja, dan tidak perlu tunduk kepada nilai dan pertimbangan lain di luar ilmu pengtahuan. Latar belakangnya adalah kekhawatiran bahwa kalau ilmu pengetahuan tidak bebas dari nilai-nilai lain di uar ilmu pengetahuan, kebeanran sangat mungkin dikorbankan demi nilai lain tadi. Kalau ilmu pengtahuan harus kepada kekuasaan pemerintah, hanya demi menjaga keutuhan masyarakat misalnya, ada bahaya bahwa kita terpaksa berbohong demi menjaga keutuhan masyarakat. Demmikian pula, kalau ilmu pengetahuan harus tunduk kepada nilai-nilai religius dan moral, ada bahaya yang sangat besar bahwa kebenaran dikalahkan demi menjaga keluhuran nilai religius dan moral itu. Akibatnya, kita tidak pernah sampai pada kebenran ilmiah yang objektif dan rasional. Ilmu pengetahuan kemudian berubah menjadi ideologi yang hanya berfungsi untuk melayani kepentingan pihak tertenu dan demi itu rela mengorbankan kebenaran. Itu berrati ilmu pengetahuan berhenti menjadi dirinya sendiri.
B. DUA KECENDENRUNGAN DASAR DALAM ILMU PENGETAHUAN
1. Kecenderungan puritan-elitis
Puritan-elite beranggapan bahwa tujuan akhir dari ilmu pengetahuan adalah demi ilmu pengetahuan itu sendiri. Bagi kaum puritan-elite kebenaran ilmiah hanya dipertahankan demi kebenaran murni begitu saja. Penjelasan atau kebenaran ilmiah ini terutama hanya untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia saja. Maka, ilmu pengetahuan bagi mereka dikembangkan hanya demi ilmu pengetahuan.
Kepuasan seorang ilmuan di sini terutama terletak dalam menemukan teori-teori besar yang mampu menjelaskan segala persoalan, teka-teki, dan gejala alam ini, terlepas dari apakah ilmu pengetahuan itu berguna atau tidak bagi kehidupan praktis manusia. Bagi kaum puritan-elite, ilmu pengetahuan memang hanya bertujuan untuk mencapai penjelasan dan pemahaman tentang masalah-masalah dalam alam ini. Mereka tidak mempersoalkan aplikasinya bagi kehidupan kongkret.
Konsekuaensinya, ilmu pengetahuan menjadi bidang yang sangat elitis. Ilmu pengetahuan hanya dicapai dan digeluti oleh sedikit orang saja. Tidak seseorang mencapainya. Ilmu pengetahuan lalu menjadi sesuatu yang mewah, jauh dari kehidupan yang real manusia.
Berdasarkan uraian di atas, kecenderungan kaul puritan-elitis adalah bahwa ilmu pengetahuan harus lepas dari segala pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan, termasuk pertimbangan nilai guna dari ilmu pengetahuan. Kebenaran harus ditegakkan apapun kensekuensi dan kegunaan praktis ilmu pengetahuan.
Bagi kecenderungan kaum puritan-elite, ilmu pengetahuan mempunyai otonomi yang mutlak. Ilmu pengetahuan harus dikembangkan demi ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak boleh kalah dan pada mengalah terhadap pertimbangan lain di luar ilmu pengetahuan. Supaya ilmu pengetahuan bisa sampai pada kebenaran obyektif, ilmu pengetahuan harus dibebaskan darisegala macam nilaidan pertimbangan lain diluar ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan harus dibebaskan dari tujuan kemanusiaan, kebahagiaan, dan keselamatan bagi manusia karen selama ilmu pengetahuan dikembangkan demi membantu manusia, demi memecahkan berbagai persoalan hidup manusia, kebenaran bisa dikalahkan oleh pertimbangan lain tersebut.
2. Kecenderungan pragmatis
Kecenderungan ini beranggapan bahwailmu pengetahuan tidak hanyabertujuan untuk menemukan kebenaransampai disitu saja Tetapi yang pentingbahwa ilmu pengetahuan itu padaakhirnya berguna bagi kehidupanmanusia yaitu untuk memecahkanberbagai persoalan yang dihadapidalam hidupnya. Karena kecenderungan pragmatis yangkuat, diliputi oleh nilai; ilmupengetahuan mau tidak mau peduliatas harkat dan martabat manusia,keselamatan manusia.
C. SINTESIS: CONTEXT OF DISCOVERY
Context of discovery menyangkut konteks dimana ilmu pengetahuan ditemukan. Yang mau dikatakan di sini adalah bahwa ilmu pengetahuan tidak terjadi, ditemukan, dan berlangsung dalam kevakuman. Ilmu pengetahuan selalu ditemukan dan berkembang dalam konteks ruang dan waktu tertentu, dalam konteks sosial tertentu. Termasuk di dalamnya adalah kenyataan bahwa ilmu pengetahuan muncul dan berkembang demi memecahkan persoalan-persoalan tang dihadapi oleh manusia. Karena itulah, manusia melakukan kegiatan ilmiah. Jadi ilmu pengetahuan itu ada karena ada konteks yang melahirkannya. Oleh karena itu, tidak bisa disangkal bahwa dalam melakukan kegiatan ilmiahnya, ilmuwan dimotivasi oleh keinginan, baik itu bersifat personal maupun kolektif, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang lebih luas dari sekedar kebenaran ilmiah murni.
Dengan kata lain, ada banyak faktor yang jauh lebih luas dari sekedar faktor murni ilmiah, yang ikut mendorong lahirnya ilmu pengetahuan. Juga, ada berbagai macam nilai dan tujuan yang ikut melahirkan ilmu pengetahuan, termasuk nilai dan tujuan yang sepele dan tidak ada sangkut pautnya dengan ilmu pengetahuan. Semua ini mempengaruhi seliruh kegiatan ilmiah.
Berkaitan dengan hal itu, tidak bisa dimungkiri bahwa ilmuwan bisa saja melakukan kegiatan ilmiah bukan demi kepentingan ilmiah murni, tetapi demi sesuatu diluar ilmu pengetahuan. Yaitu demi keselamatan manusia atau demi mendapatkan penghargaan. Jadi, harus diakui ilmu pengetahuan berkembang dan berlangsung dalam masyarakat. Oleh karena itu, sulit dibayangkan bahwa ilmu pengetahuan sejak awal tidak bertalian, bersentuha, dan peduli dengan nilai-nilai dan hal sepele di luar ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan justru berkembang dalam interaksi dan keterkaitan sengan semua nilai dan semua hal di luar ilmu pengetahuan itu dan bahkan semua hal ikut mempengaruhi perkembangan dan kemajuanilmu pengetahuan itu sendiri.
Penelitian ilmiah dan ilmu pengetahuan itu sendiri merupakan hasil dari berbagai faktor berikut ini, baik sendiri maupun kombinasi.
1. Keputusan masing-masing ilmuwan tantang mana yang ingin mereka teliti atau pecahkan.
2. Keputusan dari berbagai lembaga penelitian tentang jenis penelitian yang mereka lakukan.
3. Keputusan lembaga penyandang dana.
4. Keputusan dan kebijaksanaan umum dalam masyarakat yang bersangkutan.
Berdasarkan keterangan diatas, tidak bisa dsangkal bahwa ilmu pengetahuan berkembang dalam konteks tertentu yang sekligus ikut sangat mempengaruhinya. Berkaitan dengan ini, sulit dibayangkan bahwa ilmu pengetahuan bebas dari nilai-nilai baik yang dianut oleh setiap ilmu pengetahuan secara individual maupun yang dianut oleh setiap lembaga dan masyarakat di mana ilmu pengetahuan itu dikembangkan.
D. CONTEXT OF JUSTIFICATION
Yang dimaksud dengan Context of Justification adalah konteks pengujian ilmiah terhadap hasil penelitian dan kegiatan ilmiah. Inilah konteks dimana kegiatan ilmiah dan hasil-hasilnya diuji berdasarkankategori dan criteria yang murni ilmiah. Dimana yang berbicara adalah data dan fakta apa adanya sertakeabsahan metode ilmiah tanpa mempertimbangkan criteria danpertimbangan lain diluar itu. Dengan kata lain satu-satunya nilai yang berlaku dan diperhitungkan[1].
Sehingga ilmu ini nantinya berbeda dengan context of discovery bahwa ilmu ini merupakan ilmu pengetahuan bebas nilai Tujuan dari pembedaan dengan context of justification ini adalahuntuk melindungi objektivitas darihasil akhir kegiatan ilmiah dansekaligus melindungi otonomi ilmupengetahuan.
Comments
Post a Comment