EKONOMI PERINDUSTRIAN DAN PERUBAHAN SOSIAL DI INDONESIA
EKONOMI
PERINDUSTRIAN DAN PERUBAHAN SOSIAL DI INDONESIA
Penelitian empiris yang dilakukan oleh Chenery dan Syrquin (1975)
tentang transfroormasi struktur ekonomi menunjukkan bahwa sejalan dengan
peningkatan pendapatan per kapita, perekonomian suatu negara akan bergeser dari
yang semula mengandalkan sektor pertanian atau pertambangan menuju ke sektor
industri.
Puncak perkembangan industri dunia ialah ketika meletusnya revolusi
industri di negara-negara Eropa, dengan ditemukannya metode baru untuk
pemintalan dan penenunan kapas. Dampak dari adanya revolusi industri yang
terjadi di Eropa pada abad ke-18 mempengaruhi seluruh aspek kehidupan, seperti
aspek sosial, aspek ekonomi, aspek ilmu pengetahuan dan teknokogi, serta aspek budaya.
Pengaruh dikenalnya industri tidak hanya terjadi di Eropa, namun menyebar
hingga ke Asia, seperti India, Jepang dan khususnya Indonesia.
Perindustrian di Indonesia dimulai sejak zaman kolonialisme. Selama
zaman kolonial, industri Indonesia di sektor pertanian lebih unggul dibanding di
sektor manufaktur. Sektor manufaktur Indonesia saat itu sebagian besar terdiri
dari kegiatan industri rumah tangga dan industri pengolahan hasil pengolahan
berskala besar dan modern. Di Indonesia, industri manufaktur bermesin yang
menonjol selama kurun waktu 1870-1913 adalah industri gula, yang meliputi
kegiatan mengolah tebu. Pada perkembangan awalnya di abad ke-19, industri ini sangat
menguntungkan karena harga-harga pasar yang stabil dan tenaga kerja yang murah
yang dikerahkan oleh pemerintah kolonial dalam rangka sistem tanam paksa.
Pemerintah kolonial juga turut memberi bantuan keuangan dan
pelatihan teknis. Disamping memberi bantuan kepada industri-industri manufaktur
modern, yang kebanyakan didirikan dengan modal Belanda, pemerintah kolonial
juga mengambil beberapa langkah untuk membantu industri rumah tangga pribumi
Indonesia, termasuk penghapusan atau pengurangan tarif bea masuk atas benang
kapas dan benang sintetis impor pada tahun 1933. Selain itu juga meliputi
penyediaan kredit dan informasi mengenai pasar.
Selama kurun waktu itu, pemerintah kolonial juga memperkenalkan
langkah kebijakkan yang penting yakni terkait sistem pemberian lisensi industri
yang luas. Sistem kebijakkan ini memungkinkan pemerintah campur tangan dalam
kehidupan bisnis yang luas untuk memaksakan ditaatinya kebijakan-kebijakan
pemerintah.
Sebagai akibat didirikannya sejumlah industri manufaktur modern pada
awal tahun 1930-an, pada akhir dasawarsa itu Indonesia sudah mampu memenuhi
sebagian besar dari kebutuhannya akan berbagai barang jadi yang dihasilkan oleh
industri-industri domestiknya sendiri. Kebanyakan industri manufaktur baru ini
didirikan di Jawa.
Saat Indonesia merdeka, perkembangan industri di Indonesia dapat
dikatakan statis atau tidak mengalami kemajuan yang berarti sebab para
pemimpinnya terlalu sibuk mengurusi masalah politik seperti masalah pengakuan
kedaulatan. Hal tersebut terlihat dari angka sumbangan sektor industri
manufaktur kepada Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada pertengahan tahun
1960-an masih kurang dari 10%.
Pada awalnya, kebijakan pembangunan industri tidak berorientasi ke luar
(ekspor) melainkan lebih beroroentasi ke dalam, yakni membangun berbagai macam
industri, khususnya industri-industri hilir untuk memenuhi kebutuhan pasar
domestik agar tidak terlalu bergantung pada impor.
Barulah sejak pemerintahan orde baru tahun 1966, pembangunan ekonomi
termasuk pembangunan sektor industri manufaktur dapat dilakukan. Hal ini
dikarenakan adanya program PELITA (Pembangunan Lima Tahun) di masa presiden Soeharto.
Pertumbuhan pesat yang dicapai sektor industri manufaktur tidak hanya disebabkan
oleh kenaikkan dalam proporsi pengeluaran konsumsi swasta yang dibelanjakan
untuk hasil-hasil manufaktur, tetapi juga karena kenaikan tajam dalam permintaan
akan hasil-hasil industri manufaktur sebagai akibat kenaikan dalam pangsa
penanaman modal.
Sejak 1982 pertumbuhan industri Indonesia melamban, seperti halnya
dengan pertumbuhan ekonomi pada umumnya. Hal ini disebabkan oleh adanya
penurunan tajam harga minyak mentah yang disebabkan oleh pengaruh buruk resesi
ekonomi internasional dan melemahnya pasar dunia.
Kemudian industri di Indonesia kembali berkembang. Industri di
Indonesia banyak mengekspor hasil industrinya, khususnya di industri
manufaktur. Barang ekspor tersebut seperti alumunium, besi dan baja, pupuk,
kertas, karton dan pakaian jadi.
Adapun perkembangan ekonomi perindustrian baik di negara maju seperti
Amerika sekalipun pasti fluktatif. Era dewasa kini gempuran industri semakin
berkembang menggeliat, menurut bank dunia yang mengamati perekonomian Indonesia
diperkirakanakan meningkat sebesar 6,3 % pada tahun 2013 dan salah satu sektor
penyumbangnya adalah industri. Kondisi ekonomi industri di Indonesia sendiri
saat ini mengalami peningkatan menurut menteri perindustrian, Saleh Husin.
Kementerian Perindustrian ingin terus menjaga konsistensi pertumbuhan industri
lebih tinggi daripada angka pertumbuhan ekonomi nasional. Sampai dengan
triwulan III 2015, pertumbuhan industri pengolahan non-migas sebesar 5,21persen.
Itu lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi periode serupa pada 2014 sebesar
4,73 persen.
Tangerang adalah kawasan fokus industri, julukannya adalah kota 1000
industri. Total nilai investasi Kota Tangerang pada periode tahun 2000-2005 mengalami
kecenderungan meningkat. Periode peningkatan terbesar terjadi pada tahun 2005,
dengan total investasi sebesar Rp. 777.722.017.000,-. Namun peningkatan yang
signifikan tersebut kemudian mengalami penurunan yang signifikan pula pada
tahun 2006. Penurunan nilai investasi pada tahun 2006 dapat disebabkan oleh
kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM pada akhir tahun 2005. Hingga April
2008, nilai total investasi yang ada di Kota Tangerang adalah Rp.
140.521.181.000.
Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Banyak masalah
yang dijumpai terkait perkembangan industri di Indonesia saat ini seperti
keterbatasan teknologi, rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan
terbatasnya anggaran dana yang disediakan pemerintah.
Keberadaan industri di Indonesia sendiri memberi pengaruh di
masyarakat, khususnya dalam aspek sosial dan ekonomi. Di dalam aspek sosial
ekonomi sendiri, meliputi pendidikan, mata pencaharian, pendapatan, kesehatan,
dan kepemilikan fasilitas hidup.Dalam hal pendidikan, Sebagaimana menurut (Soedjito,
1960: 123) bahwa: disadari apa tidak secara langsung adanya industri di suatu
tempat akan meningkatkan pendapatan bagi masyarakat yang ada di sekitarnya.
Meningkatkan ekonomi penduduk, kesadaran akan pendidikan tampaknya juga akan meningkat.
Keberadaan industri di suatu wilayah tentunya akan membawa perubahan
dan pengaruh pada mata pencaharian masyarakat setempat. Banyak lahan yang
beralih fungsi dari lahan pertanian menjadi kawasan industri atau bangunan pabrik.
Hal tersebut menyebabkan perubahan mata pencaharian masyarakat. Dari masyarakat
agraris menjadi masyarakat industri.
Industri juga dapat mempengaruhi pendapatan individu. Rata-rata
orang yang bekerja di bidang industri mengalami peningkatan pendapatan. Hal
tersebut dikarenakan apabila dibandingkan antara petani dan pekerja industri
maka akan lebih menjamin pekerja industri dari sisi pendapatan. Para petani memiliki
resiko yang besar seperti gagal panen dan biaya perawatan yang mahal sehingga
dapat mempengaruhi pendapatan mereka.
Masyarakat industri pasti memiliki tingkat kesadaran pentingnya
kesehatan yang tinggi. Karena hal tersebut dipengaruhi oleh jumlah pendapatan,
apabila pendapat seseorang bertambah maka akan tinggi pula tingkat sadar kesehatan
seseorang. Selain itu, para pekerja industri biasanya mendapatkan tunjangan kesehatan
dari perusahan maupun pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Erista, Akhmad Asep. 2014. DAMPAK
INDUSTRI TERHADAP PERUBAHAN SOSIAL DAN EKONOMI MASYARAKAT DI DESA TOBAT
KECAMATAN BALARAJA TANGERANG BANTEN .
Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Nawawi, Imam. PENGARUH KEBERADAAN INDUSTRI
TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI DAN BUDAYA MASYARAKAT DESA LAGADAR KECAMATAN
MARGA ASIH KABUPATEN BANDUNG. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Tambunan, Tulus. 2001. Industrialisasi Di Negara Sedang Berkembang:
Kasus Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Wie, Thee Kian. 1994. Industrialisasi di Indonesia Beberapa Kajian.
Jakarta: Pustaka LP3ES Indonesia.
Comments
Post a Comment