Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru

Berakhirnya Pemerintahan Orde Baru


Reformasi merupakan suatu gerakan yang menghendaki adanya perubahan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara ke arah yang lebih baik secara konstitusional. Reformasi dimaknai sebagai perubahan sosial yang diprakarsai dan dilaksanakan oleh semua pihak. Reformasi berkenaan dengan seluruh aspek kehidupan yang berlangsung secara perlahan atau dalam jangka panjang, dan berproses secara alami. Dalam artian tanpa didasarkan pada suatu rencana yang dipercepat. Dalam hal reformasi politik, pendekatan mendekati evolusioner berlangsung pada teknis pelaksanaan kehidupan politik. Tujuannya adalah meningkatkan efektivitas dan efisiensi proses politik, tanpa mengubah prinsip, ketentuan dan struktur dasarnya.[1]
Dalam kecenderungannya untuk mendekati revolusi, Reformasi digerakkan dan diprakarsai oleh masyarakat untuk melakukan perubahan segenap aspek kehidupan secara mendasar, berlangsung secara cepat sehingga tidak menghiraukan jumlah dan kualitas korban, apalagi mengingat prosesnya yang kental diwarnai oleh kekerasan.[2]Tujuan reformasi sendiri adalah terciptanya kehidupan dalam bidang politik, ekonomi, hukum, dan sosial yang lebih baik dari masa sebelumnya
Gerakan reformasi di Indonesia muncul sebagai jawaban atas krisis yang melanda berbagai segi kehidupan pada masa pemerintahan Orde Baru.Dampak krisis ekonomi di Asia terutama Asia Tenggara tahun 1997 menyebabkan stabilitas politik Indonesia menjadi goyah. Praktik-praktik pemerintahan di masa Orde Baru hanya membawa kebahagiaan semu, ekonomi Indonesia semakin terpuruk, sistem ekonomi menjadi kapitalistik. Terlebih lagi merajalelanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang dilakukan pada hampir seluruh instansi serta lembaga pemerintahan, hal ini membawa rakyat semakin menderita. Para wakil rakyat yang seharusnya membawa amanat rakyat pada kenyataannya tidak berfungsi secara demokratis.[3] Krisis ekonomi tahun 1997 merupakan langkah awal munculnya gerakan reformasi di Indonesia.
Dari segi politik, gerakan reformasi disebabkan karena pemerintahan pada masa Orde Baru bersifat otoriter, tertutup, dan personal. Masyarakat yang memberikan kritik mudah dituduh sebagai anti-pemerintah, menghina kepala negara dan anti-Pancasila. Pada masa Orde Baru,Pancasila digunakan sebagai alat legitimasi politik oleh penguasa, sehingga kedudukan Pancasila sebagai sumber nilai dikaburkan dengan praktik kebijakan pelaksana penguasa negara. Setiap kebijakan penguasa Orde Baru senantiasa dilegitimasi oleh ideologi Pancasila. Konsekuensinya setiap warga negara yang tidak mendukung kebijaksanaan tersebut dianggap bertentangan dengan Pancasila.[4]Akibatnya kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis tidak pernah terwujud dan Golkar yang menjadi partai terbesar pada masa itu diperalat oleh pemerintah Orde Baru untuk mengamankan kehendak penguasa. Sikap pemerintah yang otoriter, tertutup, tidak demokratis, serta merebaknya KKN menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Gejala ini terlihat pada pemilu 1992 ketika suara Golkar berkurang cukup banyak. Sejak 1996, ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintahan Orde Baru mulai terbuka. Keadaan ini diperparah pada tahun 1997, tingkat inflasi semakin parah mencapai 11,5%  dan pada tahun  1998 melonjak tinggi menjadi 77,6%, Inflansi yang terjadi ini semakin memperparah keadaan Indonesia. Para mahasiswa mulai turun ke jalan, demonstrasi menjadi lebih marak dari hari-kehari menuntut supaya presiden mundur dengan tuduhan KKN, maka terjadilah krisis politik yang menimpa Presiden Soeharto.[5]
Berbagai kebijakan politik yang dikeluarkan pemerintahan Orde Baru selalu dengan alasan dalam kerangka pelaksanaan Demokrasi Pancasila. Akan tetapi yang  sebenarnya terjadi adalah dalam rangka mempertahankan kekuasaan Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto. Demokrasi yang dilaksanakan pemerintahan Orde Baru bukan demokrasi yang semestinya, melainkan demokrasi semu. Pada masa Orde Baru, kehidupan politik sangat represif, yaitu adanya tekanan yang  kuat dari pemerintah terhadap pihak oposisi atau orang-orang yang berpikirkritis terhadap politik yang dijalankan oleh Presiden Soeharto.
Menyadari bahwa masalah dasar masyarakat pada masa Orde Baru adalah mewujudkan kebebasan, persamaan, keadilan, dan tersentralisasi, sehingga terjerumus ke dalam wataknya yang otoriterian, maka demokratisasi segenap aspek kehidupan dipastikan menjadi tujuan atau arah bagi reformasi politik. Selama 3 dekade pembangunan nasional yang didasarkan pada adil dan makmur sebagai tujuannya, terbukti kesalahan ideologi itu membawa petaka berupa krisis rupiah, moneter, ekonomi dan politik. Hal itu terjadi karena penafsiran konsitusi seperti itu membenarkan prioritas pembangunan, dengan stabilitas politik sebagai syaratnya. Akibatnya terjadilah kesenjangan pembangunan ekonomi dengan sosial-budaya dan politik. Kesenjangan itu menyebabkan perkembangan ekonomi tidak terkontrol oleh proses politik, sehingga Indonesia terjebak oleh berbagai kelemahan sistem ekonomi secara mendasar.[6]
Krisispolitik, ekonomi, hukum, dan krisis social yang terjadi pada masa pemerintahan Orde Baru merupakan faktor yang  mendorong lahirnya gerakan reformasi. Bahkan krisis kepercayaan telah menjadi salah satu indikator yang menentukan. Reformasi dipandang sebagai gerakan yang tidak boleh ditawar-tawar lagi dan karena itu, hamper seluruh rakyat Indonesia  mendukung sepenuhnya gerakan reformasi tersebut. Dengan semangat reformasi, rakyat Indonesia  menghendaki adanya pergantian kepemimpinan nasional sebagai langkah awal menuju terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Pergantian kepemimpinan nasional diharapkan dapat memperbaiki kehidupan politik, ekonomi, hukum, sosial, dan budaya. Indonesia  harus dipimpin oleh orang yang memiliki kepedulian terhadap kesulitan dan penderitaan rakyat.
Krisis moneter disusul dengan krisis ekonomi dan berlanjut ke krisis politik, serta gerakan reformasi yang menuntut turunnya Presiden Soeharto semakin kuat, Hal ini menyebabkan runtuhnya pemerintahan Orde Baru yang digantikan dengan orde reformasi.[7] Berakhirnya Orde Baru ditandai dengan lengsernya Presiden Soeharto yang digantikan oleh B.J. Habibie. Masa pemerintahannya sebagai presiden, B.J. Habibie dengan kabinet reformasi pembangunannya dihadapkan dengan persoalan-persoalan yang belum tuntas pada masa Orde Baru. Krisis ekonomi, kekerasan sosial, krisis politik, dan krisis kepercayaan pada pemerintah merupakan persoalan-persoalan yang harus dihadapi oleh pemerintahan B.J. Habibie.[8]
Dari latar belakang tersebut, penulistertarik untuk membahas tentang jalannya reformasi dilihat dari kebijakan-kebijakan politik pada masa pemerintahan Presiden B.J. Habibie, dan upaya menyelesaikan persoalan-persoalan yang terjadi masa pemerintahan Orde Baru


[1]Arbi Sanit,Reformasi Politik, Yogyakarta:Pustaka Belajar, 1998, hlm. 100
[2]Ibid., hlm. 101
[3]Warsito,Pendidikan Pancasila Era Roformasi, Yogyakarta:Penerbit Ombak, 2012, hlm. 245
[4]Ibid., hlm. 256
[5]Tuk Setyohadi,Sejarah Perjalanan Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa, Jakarta: Rajawali Corporation,2002, hlm. 172
[6]Arbi Sanit,Reformasi Politik, Yogyakarta:Pustaka Belajar, 1998, hlm. 102
[7]Tuk Setyohadi,Sejarah Perjalanan Bangsa Indonesia Dari Masa Ke Masa, Jakarta: Rajawali Corporation,2002, hlm. 221
[8]Ibid., hlm. 655

Comments

Popular posts from this blog

Perkembangan politik dan ekonomi Indonesia awal kemerdekaan (1945-1965)

Kuntowijoyo: Pengantar Ilmu Sejarah (Review)

akhir pemerintahan B.J Habibie