APRIORI DAN APOSTERIORI
APRIORI DAN APOSTERIORI
Istilah apriori secara harafiah berarti “dari yang lebih dulu atau sebelum”, sedangkan istilah aposteriori berarti “dari apa yang sesudahnya”. Menurut Aristoteles, A lebih dulu dari B jika dan hanya jika B tidak bisa ada tanpa A. dengan pembedaan itu, berarti A lebih dulu dari B jika dan hanya jika kita tidak bisa mengetahui B jika kita tidak mengetahui A.
Menurut Leibniz, mengetahui realitas secara aposteriori berarti mengetahuinya berdasarkan apa yang ditemukan secara actual di dunia ini, yaitu melalui pancaindra, dari pengaruh yang ditimbulkan realitas itu dalam pengalaman kita. Sebaliknya, mengetahui realitas secara apriori adalah mengetahuinya dengan mengenakan sebab pada realitas itu. Atas dasar ini Leibniz membedakan antara “kebenaran aposteriori, atau kebenaran yang berasal dari fakta”, dan “kebenaran apriori, atau kebenaran yang berasal dari akal budi”. Kebenaran apriori dapat dibuktikan dengan melihat keterkaitannya dengan proposisi yang sama sedangkan kebenaran aposteriori hanya bisa dilihat sebagai benar berdasarkan pengalaman.
Sedangkan menurut Kant, pembeda antara aposteriori dan apriori sebagai pembeda antara apa yang berasal dari pengalaman dan apa yang tidak berasal dari pengalaman, atau apakah suatu konsep dapat dibuktikan kebenarannya dengan memberikan alasan atau sebabnya atau tidak. Pembeda ini lebih berkembang menjadi pembeda antara pengetahuan empiris dan pengetahuan yang bukan empiris.
Pembedaan ini kemudian berkembang pula menjadi pembedaan antara proposisi. Sebuah proposisi aposteriori adalah proposisi yang kebenarannya hanya bisa diketahui dengan merujuk pada pengalaman tertentu. Sebaliknya proposisi apriori adalah proposisi yang kebenarannya bisa diketahui lepas dari pengalaman. Tanpa pengalaman apa pun kita bisa mengetahui proposisi ini. Artinya, proposisi ini dapat dibuktikan kekeliruannya atau dibuktikan sebagai salah hanya dengan mengandalkan akal budi, tanpa harus merujuk pada pengalaman apa pun. Dengan kata lain, kebenaran dari suatu proposisi apriori diketahui hanya dengan mengkaji proposisi itu sendiri atau bahkan kebenarannya dideduksikan dari proposisi itu sendiri.
Ada anggapan bahwa pebedaan antara aposteriori dan apriori ini juga berlaku bagi pembedaan yang diberikan oleh Kant antara putusan sintesis (synthetic judgments) dan putusan analitis (analytic judgments). Putusan sintesis adalah putusan dimana predikatnya menambahkan sesuatu yang baru pada subjeknya. Sebaliknya, putusan analitis adalah putusan dimana predikatnya tidak menambah apa-apa pada subjeknya. Jadi, yang dijelaskan dengan putusan itu sesungguhnya sudah terkandung dalam subjek itu sendiri. Ia tidak menjelaskan apa-apa yang baru. Jadi, pernyataan ini hanya membuat eksplisit apa yang sudah terkandung dalam subjeknya. Sedangkan putusan sintesis justru menjelaskan sesuatu yang belum dengan sendirinya terkandung dalam subjeknya.
Ternyata anggapan bahwa pembedaan antara proposisi apriori dan proposisi aposteriori berlaku bagi pembedaan antara putusan sintesis dan putusan analitis tidak sepenuhnya benar. Seolah-olah mau dikatakan bahwa semua proposisi analitis adalah proposisi yang apriori dan sebaliknya semua proposisi sintesis adalah proposisi aposteriori. Ini tidak sepenuhnya benar karena menurut Kant ada juga proposisi atau pengetahuan apriori yang mengandung kebenaran sintesis. Jadi, ada pengetahuan sintesis apriori. Proposisi apriori, kebenarannya diketahui secara apriori lepas dari pengalaman apa pun. Adalah hal yang benar secara apriori bahwa setiap peristiwa selalu ada sebabnya. Akan tetapi, proposisi ini bukan analitis karena predikatnya menjelaskan sesuatu yang baru sama sekali pada subjeknya.[1]
[1] Keraf Sonny, Mikhael Dua, Ilmu Pengetahuan Sebuah Tinjauan Filosofis, Yogyakarta: Kanisius, 2001, hal 62.
Comments
Post a Comment